"Surga Tersisa" di Bogor: Panen Raya Mulyaharja Jadi Simbol Kolaborasi Ketahanan Pangan dan Wisata Alam
Bogor, DINAMIKA NEWS – Kampung Tematik Agro Eduwisata Organik (AEWO) Mulyaharja, yang dikenal sebagai "surga tersisa" di Kota Bogor, menjadi sorotan nasional saat digelar panen raya padi organik pada Kamis (17/4/2025). Tidak hanya menjadi momentum pertanian, kegiatan ini juga menjadi simbol sinergi berbagai sektor: pangan, pariwisata, budaya, hingga ekonomi kreatif.
Panen raya ini dihadiri oleh Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, Utusan Presiden Bidang Pariwisata Zita Anjani, Wamendagri Bima Arya, Wamenpar Ni Luh Puspa, Wamen Ekraf Irene Umar, dan Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo.
AEWO Mulyaharja memiliki luas lahan 23 hektare, dengan 3 hektare digunakan untuk pertanian padi organik yang kini memasuki masa panen raya. Dari panen kali ini, diperoleh 6,3 ton gabah yang diperkirakan menghasilkan sekitar 3,5 ton beras organik.
"Bogor masih punya lahan pertanian produktif yang mendukung ketahanan pangan. Tapi bukan hanya itu, kita juga dorong konsep wisata berbasis pertanian yang bisa dinikmati siapa saja," ujar Dedie Rachim.
AEWO Mulyaharja tidak hanya menawarkan hamparan sawah yang subur, tapi juga fasilitas pendukung seperti kafe, bale, musala, spot foto alam, hingga wisata edukatif seperti memberi makan hewan ternak, workshop pertanian, dan trekking.
Zita Anjani menekankan bahwa panen raya ini bukan sekadar memetik hasil, melainkan juga "memanen ide-ide kreatif."
"Ini kombinasi luar biasa antara pertanian, pariwisata, ekonomi kreatif, dan kerja sama antara pusat dan daerah. Semangat gotong royong seperti inilah yang ingin kita dorong terus," ujarnya.
Ni Luh Puspa, Wamenpar, menyebut Mulyaharja sebagai salah satu desa wisata yang mampu menjadi motor penggerak ekonomi dari akar rumput.
"Ini adalah contoh nyata bagaimana desa wisata bisa membawa kesejahteraan. Kelestarian alam dan budaya yang dijaga di sini sangat layak diapresiasi," katanya.
Bima Arya, Wamendagri yang juga mantan Wali Kota Bogor, menyampaikan apresiasi atas keberlanjutan program pengembangan kawasan Mulyaharja.
"Kita melihat di sini bukan hanya ketahanan pangan, tapi juga budaya dan kolaborasi lintas sektor. Inilah wajah pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan," ucapnya.
Panen raya juga dimeriahkan oleh tari tradisional Seeng Nyengsreng, sebuah seni budaya khas Sunda yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Tarian ini sekaligus menjadi simbol penghargaan terhadap para petani serta pemimpin kota yang telah mendorong pembangunan berbasis potensi lokal.
Rangkaian acara ditutup dengan ritual adat Mipit Amit Ngala Menta, sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap hasil bumi yang melimpah.
AEWO Mulyaharja kini tak hanya jadi kebanggaan warga, tetapi juga inspirasi nasional dalam mengembangkan kawasan berbasis pertanian terpadu dan wisata berkelanjutan. (Ismet)