-->

Memahami Tiga Fase Ramadan: Momentum Perubahan Diri yang Hakiki

Wakil Menteri Agama, Romo Muhammad Syafii.

Jakarta, DINAMIKA NEWS -- Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafii menyampaikan ceramah dalam Kuliah Ramadan di Masjid Al Munawwar, Kementerian Agama. Dalam tausiyahnya, ia mengingatkan pentingnya memahami tiga fase dalam bulan Ramadan serta bagaimana umat Islam dapat memanfaatkannya sebagai momentum perubahan diri.

Menurut Wamenag, Ramadan bukan sekadar ibadah menahan lapar dan haus, tetapi juga kesempatan untuk melakukan introspeksi dan meningkatkan kualitas diri. Ia menjelaskan bahwa bulan suci ini terbagi menjadi tiga fase utama yang masing-masing memiliki makna mendalam bagi umat Islam.

Tiga Fase Ramadan dan Maknanya

Sepuluh Hari Pertama: Fase Rahmat Allah
Wamenag menjelaskan bahwa sepuluh hari pertama Ramadan adalah fase rahmat atau kasih sayang Allah. Pada fase ini, umat Islam dianjurkan untuk melakukan introspeksi diri, mengenali kebiasaan buruk, dan mulai memperbaikinya.

"Ini adalah fase kasih sayang Allah yang diberikan kepada mereka yang benar-benar ingin berubah," ujar Wamenag, Selasa (4/3/2025).

Sepuluh Hari Kedua: Fase Maghfirah (Ampunan Allah)
Setelah melalui fase rahmat, Wamenag menjelaskan bahwa sepuluh hari kedua adalah fase maghfirah atau ampunan Allah. Ini adalah waktu terbaik bagi umat Islam untuk memohon pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan.

"Di fase ini, setiap orang diajarkan bahwa mereka selalu memiliki kesempatan untuk kembali kepada Allah selama bersungguh-sungguh dalam taubatnya," tegasnya.

Sepuluh Hari Terakhir: Fase Pembebasan dari Neraka
Sepuluh hari terakhir Ramadan merupakan fase paling utama, di mana Allah menjanjikan pembebasan dari siksa neraka bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam beribadah. Pada fase ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, doa, serta memohon perlindungan dari siksa neraka.

"Umat Islam harus mempertahankan kebiasaan baik yang telah dilakukan sejak awal Ramadan agar tetap konsisten setelah bulan suci berakhir," tambahnya.

Ramadan sebagai Momentum Transformasi Diri

Wamenag menegaskan bahwa keutamaan Ramadan tidak datang secara otomatis, tetapi harus diperjuangkan dengan kesungguhan. Ia mengingatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan haus."

Hadis ini menjadi pengingat bahwa Ramadan bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi harus menjadi momen transformasi spiritual dan moral. "Jangan sampai setelah Ramadan
, kita kembali ke kebiasaan lama yang buruk. Jika kita ingin menjadi pribadi yang lebih baik, Ramadan adalah saat terbaik untuk memulainya," ujar Wamenag.

Menjaga Spirit Ramadan Sepanjang Tahun

Di akhir ceramahnya, Wamenag mengajak seluruh jamaah untuk menjadikan Ramadan sebagai sarana perbaikan diri. Ia menekankan pentingnya mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibangun selama bulan suci, agar tidak kembali ke kebiasaan buruk setelahnya.

"Semoga Ramadan ini benar-benar mengubah kita menjadi pribadi yang lebih baik," tutupnya.

Dengan memahami dan menghayati tiga fase Ramadan ini, umat Islam diharapkan dapat menjadikan bulan suci ini sebagai momentum perubahan diri yang hakiki, sehingga keberkahan Ramadan tetap terasa sepanjang tahun. (**)

Sumber: Kemenag

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel