BOGOR, dinamikanews.id – Dugaan konflik kepentingan kembali mencuat di lingkungan DPRD Kabupaten Bogor. Kali ini, sorotan tajam mengarah kepada Heri Gunawan, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bogor dari Partai Gerindra, yang juga menjabat sebagai Ketua Karang Taruna Kabupaten Bogor.
Rangkap jabatan tersebut dinilai menyalahi etika publik dan berpotensi mencederai prinsip dasar pengawasan legislatif terhadap sektor ekonomi dan perdagangan daerah.
Di tengah polemik jabatan ganda tersebut, muncul pula kritik keras terhadap kinerja pengawasan Komisi II DPRD, terutama dalam menangani persoalan Pasar Leuwiliang.
Pasar yang seharusnya menjadi pusat perputaran ekonomi rakyat kini menghadapi berbagai masalah serius — mulai dari ketidakjelasan pengelolaan hingga dugaan pungutan liar terhadap para pedagang yang ingin mendapatkan lapak berdagang.
"Bagaimana mungkin seorang anggota dewan yang seharusnya fokus mengawasi persoalan ekonomi rakyat malah sibuk mengurus lembaga sosial di luar garis kerja DPRD? Ini bentuk nyata konflik kepentingan yang tidak sehat," tegas Ihsan Subada, Menteri Luar Negeri BEM Universitas Muhammadiyah Bogor Raya (UMBARA), saat ditemui, Sabtu (4/10/2025).
Ihsan menyebut, tindakan Heri Gunawan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang mengatur tegas larangan rangkap jabatan bagi anggota dewan.
"Pasal 400 ayat (2) UU MD3 dengan jelas menyebutkan larangan rangkap jabatan yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Selain itu, Komisi II punya tanggung jawab besar terhadap sektor ekonomi dan pasar rakyat. Tapi faktanya, Pasar Leuwiliang justru dikeluhkan pedagang karena harus bayar mahal untuk sekadar dapat tempat berdagang," ujarnya.
Menurutnya, situasi ini menunjukkan mandulnya fungsi pengawasan DPRD serta menurunnya integritas wakil rakyat. Ketika seorang anggota legislatif justru memimpin lembaga sosial yang berpotensi beririsan dengan program pemerintah daerah, pengawasan menjadi tidak independen dan sarat konflik kepentingan.
Lebih lanjut, Ihsan mendesak Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Bogor untuk segera menindaklanjuti persoalan ini.
BK DPRD dinilai perlu memeriksa dugaan pelanggaran etika dan memastikan agar lembaga legislatif tetap berada dalam koridor integritas dan profesionalisme.
"Ini bukan soal jabatan semata, tetapi soal moralitas politik. Kalau benar pedagang harus bayar untuk berdagang dan Komisi II diam, lalu di mana hati nurani wakil rakyat itu?" tandas Ihsan.
Ia menambahkan, Heri Gunawan harus segera menentukan sikap—tetap menjadi wakil rakyat yang menjalankan fungsi pengawasan, atau memilih fokus memimpin Karang Taruna.
"Tidak bisa dua-duanya. Publik butuh pengawasan yang bersih, bukan yang bercampur dengan kepentingan pribadi," pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Heri Gunawan belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan rangkap jabatan dan konflik kepentingan tersebut. Redaksi masih berupaya melakukan konfirmasi guna memperoleh keterangan dari pihak yang bersangkutan. (**)