Kekeringan Mengancam, Aktivitas Geothermal Gunung Salak Kembali Disorot - Dinamika News
News Update
Loading...

7/28/25

Kekeringan Mengancam, Aktivitas Geothermal Gunung Salak Kembali Disorot

BOGOR, dinamikanews.id  –Memasuki puncak musim kemarau 2025, warga Kabupaten Bogor kembali menghadapi ancaman serius kekeringan, terutama di wilayah-wilayah penyangga hutan dan pegunungan. Salah satu kawasan yang menjadi sorotan adalah Gunung Salak, di mana aktivitas geothermal atau pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) disebut-sebut berpotensi memperparah krisis air bersih yang mulai dirasakan warga.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Inisiatif, Dadan Ramdan, mengungkapkan kekhawatiran terhadap eksploitasi lingkungan di kawasan Gunung Salak, khususnya akibat pengeboran dan operasi sistem geothermal yang membutuhkan air dalam jumlah besar untuk menghasilkan listrik.

"Proses pengeboran dan injeksi fluida pada proyek geotermal dapat mempengaruhi kondisi air tanah. Saat musim kemarau, hal ini bisa memperparah kekeringan sumur milik warga," ujarnya, Senin (28/7/2025).

PLTP di Gunung Salak disebut membutuhkan volume air besar untuk menghasilkan 377 MW listrik, yang secara teknis sangat bergantung pada kestabilan cadangan air tanah. Di sisi lain, warga sekitar kini mulai mengalami surutnya sumber air dan kekeringan pada sumur-sumur dangkal.

Menurut Dadan, tidak bisa diabaikan bahwa aktivitas geothermal secara tidak langsung berperan dalam menurunkan kualitas dan kuantitas air tanah. Ia menekankan pentingnya investigasi menyeluruh untuk memastikan korelasi tersebut.

"Kami bersama para peneliti dan WALHI akan meneliti lebih lanjut: dari mana sumber air itu berasal, berapa banyak yang digunakan, dan bagaimana sistem pembuangan limbah airnya," jelas mantan Direktur WALHI Jawa Barat itu.

Secara geologis, kawasan Gunung Salak dikenal sebagai daerah rawan longsor dan memiliki struktur tanah yang kompleks, yang dapat memengaruhi ketersediaan air tanah. Hal ini menambah kekhawatiran warga mengenai keberlangsungan akses air bersih dan potensi gangguan lingkungan lainnya.

"Kekhawatiran warga bukan hanya soal air, tapi juga suara gemuruh dan getaran yang kerap terjadi di malam hari. Kita masih ingat, pada Oktober 2023 sempat terjadi gempa 3,2 SR yang diduga berkaitan dengan aktivitas injeksi fluida geothermal," tambah Dadan.

Tak hanya soal air dan geologi, proyek geothermal juga dikhawatirkan melepaskan gas berbahaya seperti hidrogen sulfida (H₂S) yang dapat mengganggu kesehatan warga. Paparan gas ini bisa menyebabkan iritasi mata hingga gangguan pernapasan, terutama jika tidak diawasi dengan ketat.

Dadan menyerukan pentingnya keterbukaan informasi dari pengelola proyek geothermal dan pemerintah. Ia mendorong audit lingkungan secara independen untuk menilai sejauh mana aktivitas PLTP telah berdampak terhadap masyarakat dan alam sekitar.

"Kami tidak menolak energi terbarukan. Tapi harus ada keseimbangan dan transparansi. Jangan sampai pembangunan energi justru mengorbankan sumber daya vital seperti air dan kesehatan warga," tegasnya. (**)

Share with your friends

Give us your opinion
Notification
Aktifkan loncengnya jika ingin update artikel di web ini.
Done