TANGERANG, dinamikanews.id — Sengketa kepemilikan tanah seluas 4.000 meter persegi di Blok Combrang, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, kini menjadi perhatian publik. Keluarga almarhum H. Raan bin Inah menuding pihak PT Sinar Surya Cemerlang Properti (SSCP) telah mengklaim lahan warisan mereka tanpa dasar hukum yang jelas.
Kronologi bermula pada Sabtu, 25 Oktober 2025, ketika pihak PT SSCP berusaha melakukan penggusuran di atas tanah tersebut tanpa adanya koordinasi maupun transaksi jual beli dengan ahli waris sah, yakni Moh. Hasan, Hj. Rusnah, dan keluarga Murdi.
Pihak pengembang berdalih telah mengantongi Akta Jual Beli (AJB) dan bahkan sertifikat tanah atas lokasi tersebut. Namun, keluarga ahli waris membantah keras klaim itu. Menurut mereka, tanah yang kini diklaim pengembang tidak pernah dijual, dialihkan, ataupun diagunkan kepada pihak mana pun.
Jual Beli Lain di Lokasi Berbeda
Hasan, salah satu ahli waris, mengakui bahwa keluarga almarhum H. Raan bin Inah memang pernah menjual tanah seluas lebih dari 6.000 meter persegi kepada H. Sarminan (almarhum), Ubed, dan H. Deni, namun lokasi tanah yang dijual berbeda dengan tanah yang sekarang menjadi sengketa pihak keluarga dengan PT SSCP.
Transaksi tersebut juga terjadi sebelum H. Raan meninggal dunia. Berdasarkan catatan administrasi Desa Tobat, jual beli itu tercatat pada tahun 2013, sedangkan H. Raan wafat pada tahun 2006, menimbulkan dugaan adanya rekayasa atau penyalahgunaan dokumen setelah beliau meninggal dunia.
Tawaran yang Ditolak dan Pengukuran Sepihak
Hasan juga menceritakan bahwa Pimpinan PT SSCP, Surya yang akrab di panggil Aun sempat menawarinya uang pelunasan untuk kekurangan pembayaran tanah 200 meter persegi. Namun, syaratnya harus mengaitkan transaksi tersebut dengan lahan 4.000 meter persegi yang belum dijual— tawaran itu langsung ditolak.
Situasi memanas ketika Rohim, petugas ukur dari PT SSCP, mematok lahan sawah yang belum dijual milik keluarga H Raan bin Inah tanpa izin. Pihak keluarga menyebut tindakan itu dilakukan dengan alasan bahwa lahan tersebut sudah dijual, padahal tidak pernah ada kesepakatan apapun.
Tawaran Mengambang dan Harga Tak Masuk Akal
Kejanggalan lain juga muncul tiga tahun lalu. Rohim, melalui mertuanya Sanan, mendatangi rumah Murdi dan menawarkan pembelian tanah dengan harga Rp300.000 per meter. Namun, setelah itu tidak ada tindak lanjut atau transaksi resmi.
Keluarga sempat mendatangi rumah Sanan di Kampung Combrang untuk menanyakan kepastian pembelian tersebut, tetapi tidak mendapat jawaban.
"Kami sudah mendatangi Sanan untuk memastikan bahwa keluarga kami belum pernah menjual tanah itu. Tapi tiba-tiba tanah kami diklaim sudah dimiliki PT SSCP," ungkap Ustadz Buding, salah satu anggota keluarga Murdi kepada Wartawan, Jum'at (7/11/2025).
Menurutnya, ia bahkan sempat berbicara langsung dengan Aun melalui telepon. Dalam percakapan itu, Aun menyinggung bahwa tanah tersebut "takutnya sudah masuk ploting PT Citra Villa" dan menawarkan harga Rp100.000 per meter, angka yang dianggap tidak wajar dan jauh di bawah harga pasaran.
Ahli Waris Tuntut Penegakan Hukum
Keluarga ahli waris mengaku telah meminta klarifikasi kepada pihak Aun dan aparat Desa Tobat untuk menunjukkan bukti AJB dan identitas penjual yang tercantum dalam dokumen tersebut. Namun, hingga kini belum ada jawaban resmi maupun bukti yang bisa dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan dokumen Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Tahun 1990, sebagian lahan seluas 687 meter persegi di kawasan tersebut merupakan tanah yang sah milik Murdi, menantu dari almarhum H. Raan. Transaksi jual beli itu dilakukan secara sah dan tercatat dengan No. Seri 003, No. C 1258, Buku I, No. bidang 1860, dan Persil 27.
Dengan adanya tumpang tindih klaim dan dugaan manipulasi dokumen, keluarga ahli waris mendesak pihak penegak hukum, pemerintah desa Tobat, serta Camat Balaraja untuk turun tangan. Mereka meminta agar persoalan ini diselesaikan secara adil dan transparan.
"Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai tanah warisan orang tua kami diambil tanpa hak," tegas Ustadz Buding. (Nan)


