| Salah seorang ahli waris, Hasan (tengah) mendatangi pegawai PT SSCP, Rohim dan mertuanya Sanan (65) di Kp Combrang Desa Tobat, Sabtu (1/11/2025). |
TANGERANG, dinamikanews.id — Sengketa lahan kembali mencuat di Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang. Tiga keluarga di Kampung Parahu, Desa Parahu, tengah berjuang mempertahankan tanah warisan seluas 4.000 meter persegi yang diduga diklaim sepihak oleh pihak pengembang PT Sinar Surya Cemerlang Properti (SSCP).
Tanah yang berlokasi di Ko Combrang Desa Tobat Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang diketahui milik keluarga Hasan, Rusnah, dan Murdi, yang menegaskan bahwa lahan mereka tidak pernah dijual kepada pihak mana pun, termasuk kepada PT SSCP. Namun, tanpa sepengetahuan keluarga, pihak pengembang diduga telah mematok dan mengukur lahan secara sepihak.
Upaya mediasi antara keluarga pemilik tanah dengan pihak PT SSCP yang dimediasi oleh Kepala Desa Tobat, Endang Suherman, hingga kini belum juga terlaksana. Situasi ini menimbulkan ketegangan antara warga dengan pihak pengembang.
Hasan, salah satu ahli waris, menceritakan bahwa dirinya sempat mendatangi Rohim, petugas lapangan PT SSCP, di kediamannya di Kampung Combrang pada Sabtu (1/11/2025). Hasan meminta penjelasan mengapa pihak perusahaan memasang patok di lahan keluarganya tanpa izin.
"Saya tanya baik-baik, kenapa tanah kami dipatok? Rohim malah bilang tanah ini sudah dijual. Katanya, tanya saja ke desa," ungkap Hasan kesal.
Menurut keterangan Hasan, Rohim dan mertuanya, Sanan (65), sempat menawarkan kepada keluarga untuk menjual tanah tersebut. Namun, setelah beberapa waktu berlalu, tidak ada tindak lanjut atau kesepakatan yang sah. Artinya, transaksi jual beli tidak pernah terjadi.
Yang membuat warga heran, tanpa ada surat jual beli atau kesepakatan resmi, Rohim bersama lima orang lainnya justru datang mematok lahan di Blok Combrang.
Saat dikonfirmasi, Rohim berdalih hanya menjalankan perintah atasan.
"Saya cuma ditugaskan Pak Aun (pimpinan PT SSCP) untuk mematok dan mengukur lokasi. Urusan jual beli saya tidak tahu," kata Rohim.
Namun, pernyataan itu bertolak belakang dengan keterangan mertuanya, Sanan. Menurut Sanan, Rohim justru yang berperan aktif dalam penawaran jual beli kepada pimpinan PT SSCP, Aun.
"Untuk harga tanah, tergantung keputusan Rohim. Dia yang langsung bicara ke Aun," jelas Sanan.
Selain itu, keluarga juga meminta kehadiran Misna, salah satu pihak yang disebut mengetahui proses awal kejadian. Namun, ketika hendak dimintai keterangan, Misna justru menghindar.
"Waktu kami datangi ke rumahnya, tidak ada. Saat dicari ke lokasi proyek tempat dia kerja, juga tidak ketemu," ujar Hasan.
Kasus ini semakin menegaskan dugaan adanya praktik mafia tanah di wilayah Balaraja. Keluarga korban menyatakan akan menempuh jalur hukum apabila mediasi dengan pihak pengembang tidak menemukan titik terang.
"Kami akan pertahankan hak kami. Tanah ini warisan keluarga, tidak pernah dijual," tegas Hasan.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak PT Sinar Surya Cemerlang Properti (SSCP) maupun pimpinan perusahaan, Aun, belum memberikan keterangan resmi terkait klaim sepihak tersebut. (Nan)

