-->

KKJ Desak Kejagung Koordinasi dengan Dewan Pers: Lindungi Kebebasan Pers, Jangan Kriminalisasi Jurnalis

Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB) di kawal petugas Kejaksaan Agung.

Jakarta, DINAMIKA NEWS – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menyoroti langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB), sebagai tersangka dalam dugaan perintangan proses hukum (obstruction of justice), bersama dua advokat lainnya, Junaedi Saibih (JS) dan Marcela Santoso (MS). Dalam siaran pers bernomor PR – 331/037/K.3/Kph.3/04/2025, Kejagung menyebut bahwa pemberitaan Jak TV digunakan sebagai alat untuk mengganggu konsentrasi penyidik dalam menangani kasus dugaan suap ekspor crude palm oil (CPO).

KKJ mengkritik penggunaan produk jurnalistik sebagai barang bukti tindak pidana obstruction of justice. Menurut KKJ, hal ini berpotensi mengancam kebebasan pers serta membuka celah kriminalisasi terhadap jurnalis dan media. Penilaian terhadap karya jurnalistik seharusnya dilakukan oleh Dewan Pers, bukan oleh aparat penegak hukum.

"Obstruction of justice harus merupakan tindakan yang secara langsung menghalangi proses hukum, bukan sekadar opini publik atau kritik melalui media. Membaca pemberitaan yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi penyidik bukan berarti proses hukum terganggu," ujar KKJ dalam pernyataan resminya, Rabu (23/4/2025).

KKJ juga menegaskan bahwa konten jurnalistik yang dijadikan alat bukti seharusnya bisa diakses publik dan Dewan Pers untuk dapat dinilai secara objektif. Hal ini sejalan dengan mekanisme penyelesaian sengketa pers yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan RI yang mewajibkan adanya koordinasi dalam kasus yang melibatkan produk jurnalistik.

Pengabaian terhadap mekanisme penilaian Dewan Pers dianggap berbahaya karena dapat membuka ruang kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, KKJ mendesak Kejagung untuk:

  1. Melakukan koordinasi langsung dengan Dewan Pers terkait konten pemberitaan yang digunakan sebagai alat bukti, sesuai dengan MoU antara Dewan Pers dan Kejaksaan RI.

  2. Meninjau ulang penggunaan Pasal 21 UU Tipikor dan membuka substansi konten yang dijadikan alat bukti agar publik dapat menilai kebenarannya.

  3. Mendorong Dewan Pers melakukan pemeriksaan etik terhadap jurnalis yang diduga melanggar kode etik untuk memastikan akurasi dan integritas karya jurnalistik.

  4. Mendukung upaya pemberantasan korupsi secara akuntabel dan proporsional tanpa mengorbankan kemerdekaan pers.

  5. Mendorong profesionalisme jurnalis dan media dalam menjaga independensi, integritas, dan kepatuhan pada kode etik jurnalistik.

KKJ menegaskan bahwa kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang dilindungi oleh UUD 1945 dan UU HAM. Penggunaan pasal obstruction of justice secara sembarangan dapat menjadi "pasal karet" yang membungkam kritik dan mempersempit ruang berekspresi. (**)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel