Kematian Jurnalis Situr Wijaya Tuai Kecaman, IWO Bogor Desak Polisi Usut Tuntas Dugaan Pembunuhan
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Bogor, Brodin. |
Bogor, DINAMIKA NEWS – Dunia jurnalistik kembali berduka. Situr Wijaya, jurnalis muda berusia 33 tahun dari media online Insulteng di bawah naungan Promedia Grup, ditemukan tewas mengenaskan di sebuah hotel di Jakarta Barat, Jumat (4/4/2025). Kasus ini memicu kecaman keras dari kalangan wartawan, salah satunya dari Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Bogor, Brodin.
Dalam keterangannya di Bogor, Sabtu (5/4/2025), Brodin menyebut kematian Situr sebagai tamparan keras bagi kebebasan pers di Indonesia dan mendesak aparat kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini secara profesional dan transparan.
"Kami sangat mengecam keras dugaan pembunuhan terhadap rekan kami, Situr Wijaya. Ini bukan hanya menyangkut nyawa seorang jurnalis, tapi juga menjadi ancaman serius terhadap demokrasi," tegas Brodin.
Situr ditemukan tak bernyawa di kamar hotel dengan luka lebam, darah di hidung dan mulut, serta sayatan di bagian belakang leher, memperkuat dugaan adanya kekerasan. Kuasa hukum keluarga korban, Rogate Oktoberius Halawa, meminta kasus ini segera diproses sebagai tindak kriminal serius.
Brodin menambahkan, kasus ini harus menjadi prioritas utama aparat penegak hukum. Ia juga meminta Polda Metro Jaya untuk tidak setengah hati dalam menangani kasus yang telah mengusik rasa aman jurnalis Indonesia.
"Fakta-fakta ini tak bisa dianggap biasa. Kami meminta penyelidikan mendalam dan perlindungan lebih kuat bagi seluruh jurnalis di tanah air," katanya.
Situr rencananya akan dipulangkan ke kampung halamannya di Palu, Sulawesi Tengah, dan disemayamkan di Kabupaten Sigi. Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, telah memberikan bantuan sebesar Rp25 juta untuk proses pemulangan jenazah.
Di tengah duka, IWO Bogor Raya menyerukan solidaritas dari seluruh insan pers di Indonesia untuk tetap bersatu dan tidak takut dalam menghadapi berbagai bentuk intimidasi.
"Kematian Situr harus menjadi alarm keras untuk negara agar lebih serius dalam melindungi jurnalis. Ini soal nyawa dan kebebasan berekspresi," tutup Brodin. (**)