Arogansi Oknum Pejabat Bank Tanah: Warga Penajam Paser Utara Tuntut Hak atas Tanah
3/16/25
Jakarta, DINAMIKA NEWS – Kisruh penggusuran tanah di Ibu Kota Nusantara (IKN) terus berlanjut, terutama terkait pembayaran ganti rugi yang hingga kini belum terselesaikan. Masyarakat Penajam Paser Utara, didampingi oleh organisasi Gerakan Peduli Nusantara (GPN 08), melakukan audiensi dengan Badan Bank Tanah pada Jumat (14/03) di kantor Badan Bank Tanah, Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan tersebut, warga mempertanyakan status surat tanah mereka yang dinyatakan tidak berlaku oleh pejabat Bank Tanah. Namun, tanggapan yang diberikan justru dinilai arogan. Pejabat berinisial Bagus A.H., yang menjabat sebagai Kepala Divisi Pengelolaan dan Pemanfaatan Bank Tanah, menunjukkan sikap tidak kooperatif ketika warga meminta penjelasan mengenai hak atas tanah mereka.
Ketegangan pun memuncak setelah audiensi berakhir, di mana terjadi keributan antara perwakilan GPN 08 dan pejabat Bank Tanah tersebut. Penyebabnya adalah cara pejabat itu menjawab pertanyaan warga yang dianggap merendahkan dan tidak menghargai aspirasi masyarakat terdampak.
Ketua Umum GPN 08, Dr. H. Sutomo, SH, MH, menegaskan bahwa audiensi dilakukan agar hak-hak masyarakat tidak terabaikan.
"Tujuan kami audiensi adalah agar tanah rakyat yang telah diambil segera dibayar oleh pemerintah. Kami tidak meminta ganti untung, tetapi ganti rugi sesuai peraturan yang berlaku. Faktanya, banyak tanah masyarakat Kaltim yang telah dibangun IKN, namun hingga kini belum ada pembayaran, bahkan mereka mendapat intimidasi," ujar Sutomo.
Ia juga menekankan bahwa Badan Bank Tanah seharusnya bekerja sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, khususnya Pasal 2. Selain itu, dalam menyelesaikan konflik pertanahan, lembaga ini juga wajib mengacu pada Peraturan Menteri ATR/BPN No. 21 Tahun 2020 tentang Reforma Agraria.
"Reforma Agraria harus memastikan tidak ada pihak yang dirugikan. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat terdampak malah menjadi korban. Kami berharap Bank Tanah bekerja secara profesional dan mengakomodir kepentingan semua pemangku kepentingan dalam isu pertanahan," tutup Sutomo.
Sebagai lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mengelola tanah milik negara, Badan Bank Tanah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pengelolaan tanah dilakukan dengan adil dan transparan. Tanah yang dikelola harus benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan negara, bukan malah menjadi sumber konflik yang merugikan rakyat kecil.
Kasus ini menjadi bukti bahwa masih ada ketimpangan dalam kebijakan pengadaan tanah, terutama dalam proyek besar seperti IKN. Masyarakat berharap pemerintah dan Badan Bank Tanah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan mengedepankan keadilan, transparansi, dan kepatuhan terhadap hukum. (Yul)