-->

Kontroversi Harga dan Kelangkaan LPG 3 Kg: Dampak Kebijakan yang Menyulitkan Rakyat

Warga Kabupaten Bogor mengantri untuk mendapatkan LPG 3 Kg.

Bogor, DINAMIKA NEWS – Program konversi energi dari minyak tanah ke LPG yang telah diterapkan sejak 2007 bertujuan mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta menekan beban subsidi negara. Pemerintah telah membagikan 40 juta kompor gas gratis dan mendistribusikan sekitar 100 juta tabung LPG 3 kg ke masyarakat. Namun, meskipun program ini berhasil menghemat subsidi energi, permasalahan harga dan kelangkaan LPG 3 kg kini menjadi sorotan publik. 

Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan keterkejutannya saat mengetahui bahwa harga LPG 3 kg di pasaran mencapai Rp 20.000 per tabung, padahal harga resmi dari pangkalan hanya Rp 12.750. 

"Sebelum disubsidi, harga asli LPG 3 kg adalah Rp 42.750 per tabung. Pemerintah memberi subsidi Rp 30.000 per tabung, yang diambil dari APBN, hasil pajak yang Anda bayarkan," jelasnya melalui akun Instagram resminya, @smindrawati. 

Pernyataan ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Seorang netizen berkomentar, "Kami lebih kaget Ibu Menteri baru tahu sekarang. Bukankah pejabat seharusnya memahami kondisi di lapangan?"

Kelangkaan LPG 3 Kg: Fakta atau Pembatasan?

Sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah adanya kelangkaan LPG 3 kg dan menyebut yang terjadi hanyalah pembatasan pembelian, situasi di lapangan berkata lain. 

"Kalau biasanya satu keluarga beli 10 tabung per bulan lalu tiba-tiba beli 30, tentu kami batasi," ujar Bahlil. 

Namun, keluhan dari masyarakat menunjukkan dampak nyata dari kebijakan ini. Hari Nugroho, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, menyoroti bahwa pengurangan kuota subsidi tahun 2025 berkontribusi terhadap kelangkaan LPG di beberapa daerah. Akibatnya: 

  • -Antrian panjang di pangkalan resmi 
  • Pembelian dibatasi dengan syarat menunjukkan KTP
  • Pedagang kecil terpaksa berhenti berjualan
  • Ibu rumah tangga kesulitan memasak
  • Harga kebutuhan pokok ikut melonjak 

Tragisnya, di Pamulang Barat, seorang warga bernama Yonih (62) meninggal dunia karena kelelahan setelah mengantre LPG 3 kg. 

Putra Chaerudin Matondang, tokoh pemuda dari Bogor, menilai kebijakan ini perlu evaluasi mendalam. 

"Awalnya kebijakan ini dibuat agar subsidi tepat sasaran, tapi yang terjadi justru menyusahkan masyarakat," ujarnya saat berdiskusi dengan warga di Cibinong, Kabupaten Bogor. 

Ia juga mempertanyakan mengapa pemerintah baru menyadari perbedaan harga di pasaran. 

"Kemana saja para pejabat selama ini? Bukankah anggaran survei lapangan berasal dari pajak rakyat?" kritik Putra. 

Konversi Energi: Dari LPG ke Kompor Listrik?

Selain kelangkaan LPG, muncul wacana pemerintah untuk beralih dari LPG ke kompor listrik. Program ini direncanakan akan membagikan kompor listrik selama lima tahun, dengan alasan LPG masih bergantung pada impor yang terpengaruh harga global. 

"Pemerintah harus memastikan kebijakan ini tidak asal launching. Jangan sampai nasibnya seperti konversi minyak tanah ke LPG yang sekarang justru mempersulit rakyat," tegas Putra. 

Merespons polemik ini, Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan. Ia menginstruksikan Menteri Bahlil untuk mengaktifkan kembali pengecer LPG 3 kg agar distribusi lebih luas dan harga di pasaran kembali stabil. 

Langkah ini diharapkan bisa menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi kelangkaan LPG. Namun, untuk jangka panjang, pemerintah harus melakukan kajian mendalam agar kebijakan energi benar-benar berpihak pada rakyat dan tidak menimbulkan masalah baru.  (Putra)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel