Peserta Pelatihan Foto bersama dengan Kedua Pembicara. |
Brebes, Dinamikanews.id — Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Bumiayu kembali menegaskan komitmennya dalam mencetak kader pembina pesantren yang unggul, berintegritas, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Hal itu tercermin dalam Pelatihan Musyrif-Musyrifah yang digelar pada Sabtu (5 Juli 2025/10 Muharram 1447 H) di Aula Pesantren, dengan menghadirkan pendekatan yang menyinergikan ilmu, adab, dan digitalisasi.
Sebanyak 17 peserta (9 musyrifah dan 8 musyrif) mengikuti pelatihan intensif ini sebagai bagian dari persiapan menjadi pendamping utama santri dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pesantren.
Acara dibuka secara resmi oleh Mudir MBS Bumiayu, Kyai Utsman Arif Fathka, Lc., M.Pd., yang juga menjadi pemateri dalam sesi Manajemen Pondok Pesantren. Ia menekankan bahwa musyrif-musyrifah adalah pilar pembinaan karakter.
"Peran kalian bukan hanya pengawas harian, tapi wakil orang tua, pembimbing spiritual, dan penegak nilai adab di tengah para santri. Ini bukan sekadar tugas duniawi, tapi ladang amal jariyah," tegasnya.
Menurut Kyai Utsman, manajemen pesantren yang efektif dan berjiwa amanah merupakan kunci keberlanjutan misi dakwah Islamiyah.
Hadir sebagai pemateri kedua, Kyai Arif Fauzi, Lc., M.Pd., Mudir MBS Zamzam Cilongok, yang membawakan materi Manajemen Kepengasuhan Santri. Ia menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam membentuk karakter santri.
"Musyrif dan musyrifah harus menjadi teladan sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Mereka bukan hanya membentuk disiplin, tapi juga menyemai nilai-nilai luhur Islam di hati para santri," ujar Kyai Arif penuh semangat.
Pelatihan ini juga menampilkan wajah pesantren modern dengan menghadirkan Salwa Fatkha, mahasiswi Teknik Informatika UMP, yang menyampaikan materi tentang Pembuatan Aplikasi Pelaporan Tahfidz Online.
"Pesantren juga harus menjawab tantangan zaman. Aplikasi pelaporan tahfidz ini bukan cuma soal kemudahan, tapi komitmen transparansi dan efisiensi," ungkap Salwa.
Melalui digitalisasi ini, proses pembinaan tahfidz menjadi lebih terstruktur, bisa dipantau secara real-time oleh pengasuh maupun wali santri.
Sesi Focus Group Discussion (FGD) menjadi ruang partisipatif para peserta untuk menyusun roadmap pengasuhan, simulasi penyelesaian masalah, hingga evaluasi program kerja. Proses ini menumbuhkan tanggung jawab kolektif dalam menciptakan pola asuh yang profesional, adaptif, dan berakhlak Qur'ani.
Ketua panitia pelatihan, Nyai Wenny Nurul 'Aini, S.Pd.I, menegaskan bahwa keberhasilan santri sangat ditentukan oleh kualitas pendamping mereka.
"Musyrif-musyrifah adalah role model. Mereka harus hadir sebagai figur konselor, inspirator, dan pembina karakter yang melekat dalam keseharian santri," tegasnya. (Tarqum Aziz)