Syekh Abdul Wahab Lubis, Pemikiran Pengabdian dan Karomah Wali (Serial I)
Syekh Abdul Wahab Lubis (Biasa Disebut dengan Panggilan Tuan Muara Mais). Foto Dokumen: Tangkapan Layar Youtube @sultansingolotofficial7382. |
Jaringan Ulama dan Perkembangan Islam di Nusantara
JAKARTA - Azyumardi Azra, seorang cendekiawan Islam, dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, menyebutkan bahwa hubungan ulama Indonesia dengan Haramayn (Makkah dan Madinah) telah terjalin sejak pertengahan abad ke-17.
Beberapa tokoh perintis jaringan ini meliputi Nuruddin al-Raniri (w. 1658), Abdurrauf al-Singkili (1615-1693), dan Muhammad Yusuf al-Makassari (1629-1699). Mereka membentuk apa yang disebut sebagai Southeast Asian Connection, yakni jaringan ulama Asia Tenggara yang menghubungkan Nusantara dengan pusat-pusat ke-Islaman di Timur Tengah.
Di Sumatera Utara, khususnya di Mandailing, ulama memiliki peran besar dalam menyebarkan Islam. Salah satu tokoh yang sangat berpengaruh adalah Syekh Abdul Qodir bin Sobir Al-Mandily (1863-1934), yang dijuluki sebagai "guru dari para ulama Mandailing di Masjidil Haram."
Kemunculan para ulama di Mandailing mulai terlihat pada abad ke-18 dan ke-19. Selain sebagai pendakwah, mereka juga berperan sebagai pendidik yang membentuk pemahaman Islam di tengah masyarakat. Dalam kehidupan sosial Mandailing, yang terdiri dari banyak huta (desa), adat istiadat sangat kuat, dan interaksi sosial banyak terjadi di pasar (yang diadakan setiap pekannya).
Dalam konteks ini, pasar tidak semata-mata perputaran ekonomi bisnis tetapi Social Economic Approach (SEA) yang melahirkan suatu kegiatan sosial dan ekonomi sekaligus didalamnya. Ulama memainkan peran penting, tidak hanya dalam pengajaran agama, tetapi juga dalam membangun komunitas yang harmonis melalui masyarakat.
Mandailing tidak hanya dikenal sebagai daerah yang melahirkan banyak tokoh politik, akademisi, dan sastrawan, tetapi juga sebagai tempat lahirnya ratusan ulama yang menyebarkan dakwah hingga ke Malaysia, Mesir, dan Arab Saudi. Salah satu ulama besar dari Mandailing adalah Syekh Abdul Wahab Lubis, yang lebih dikenal sebagai Tuan Muara Mais.
Syekh Abdul Wahab Lubis (Tuan Muara Mais): Ulama dan Pendidik
Syekh Abdul Wahab Lubis lahir pada tahun 1914 di Desa Muara Mais, Kecamatan Tambangan (dahulu masih bagian dari Kecamatan Kotanopan), Mandailing Natal, Sumatera Utara. Beliau merupakan putra dari Syekh Abdurrahman, seorang ulama sekaligus qadhi yang sangat dihormati di Kotanopan.
Sejak kecil, beliau telah menunjukkan semangat dan kecerdasan yang luar biasa dalam menuntut ilmu. Ia sempat menimba ilmu di Madrasah Musthafawiyah Purba Baru, yang saat itu diasuh oleh Tuan Syekh Musthafa Husein (1886-1955). Beliau juga berguru secara intensif kepada Syekh Muhammad Hasan Lubis (1888-1953), sebagaimana terlihat catatan Basyral Hamidi Harahap, sejarawan Mandailing dalam mandailingonline.com.
Jika di Tapanuli Syekh Abdul Wahab Lubis berguru kepada Syekh Musthafa Husein, selanjutnya di Haramyn ia masih sempat berguru kepada Syekh Abdul Abdul Qodir bin Sobir Al-Mandily, (tercatat dalam buku Diaspora Ulama dan Santri Tapanuli, Malang, AE Publishing). Ia juga aktif dalam halaqah atau kajian dari para masyaikh di Masjidil Haram, diantaranya kepada syekh Abdurrahman dan syekh Muhammad Alawi al-Maliki, selain itu beliau juga menempuh pendidikan di Dar al-Ulum, Makkah, selama delapan tahun (1934-1942).
Setelah kembali ke tanah air, Syekh Abdul Wahab Lubis mengabdikan ilmunya dengan mengajar di Madrasah Al-Ittihadiyah Muara Mais serta membuka pengajian rutin bagi masyarakat. Kehadirannya membawa semangat baru bagi umat Islam di Mandailing Natal, terutama karena pada saat itu belum banyak lembaga pendidikan Islam yang terstruktur di daerah tersebut.
Sebagai seorang ulama, beliau dikenal sangat tegas dalam bidang fiqh dan tauhid. Meskipun memiliki ilmu yang luas, sikapnya tetap rendah hati dan dekat dengan masyarakat. Salah satu nasihat yang sering beliau sampaikan kepada para murid dan santrinya adalah:
"Iqra: Botoho, ulang ko bodo songon orbo."
(Bacalah: Ketahuilah, Jangan engkau bodoh seperti kerbau).
Nasihat ini menjadi motivasi bagi santri-santrinya untuk giat menuntut ilmu dan tidak mudah menyerah dalam belajar.
Sezaman dengan Para Ulama Besar Mandailing
Syekh Abdul Wahab Lubis hidup sezaman dengan banyak ulama besar lainnya dari Mandailing dan sekitarnya. Beberapa di antaranya adalah:
- Syekh Muhammad Ya'qub Abdul Qadir Al-Mandili (1914-1984)
- Syekh Abdul Halim Khotib (Tuan Naposo) (1901-1991)
- Syekh Ali Hasan Ahmad Addary, Pintupadang, Siabu (1915-1998)
- Syekh H. Bahauddin bin Abdullah, Simaninggir (1900-1984)
- Syekh Zainuddin Musa, Purbabaru (1909-1991)
- Syekh Abdullah bin Syekh Abdul Mutholib (1910-1975)
- Syekh Ja'far Tanjung (1911-1992)
- Syekh Syamsuddin bin Abdurrahman Al-Mandili (1912-1991)
- Syekh Muhammad Solih, Sigalapang Julu (1912-2002)
- Syekh Abdullah bin Abd Hakim, Tuan Kayu Laut/(1915-1978)
- Syekh Zainuddin, Panyabungan Jae (1917-2005)
- Syekh Sulaiman Baqi bin Abdul Baqi, Huta Pungkut Tonga (1917-1985)
- Syekh Mhd. Ja'far Pulungan (1919-2004)
- Syekh Muhammad Yunus Lubis bin Mangaraja Laut, Pasar Maga (1927-1990)
- Syekh Abdullah Musthafa Nasution (1921-1995)
Banyak dari mereka yang memiliki hubungan dekat dengan Syekh Abdul Wahab Lubis, baik sebagai sahabat maupun sesama pendakwah dalam menyebarkan Islam di Nusantara khususnya di Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Rahmat Kurnia Lubis: adalah Penulis, Peneliti dan salah satu santri Darul Ulum, Muara Mais Jambur, Alumni tahun 2005. (*)
Penulis : Rahmat Kurnia Lubis