-->

Terkait Debt Colector, Pengacara Kreditur Sampaikan 14 Poin Alasan Digugat

Bogor, Dinamika News -- Sidang lanjutan perkara gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Bogor terkait penyitaan paksa kendaraan oleh debt colector kembali di gelar Pengadilan Negeri Bogor, Kamis (6/1/2022).

Sidang Gugatan Sederhana (GS) dengan perkara no.28/Pdt.GS/2021/PN Bgr, dipimpin Majelis, Setiawati SH M.H, di hadiri kedua belah pihak yaitu penggugat H. Azwar (kreditur) bersama kuasa hukumnya, Irawansyah, SH, MH. Pihak tergugat pada sidang sebelumnya mangkir alias tak hadir

Dalam materi gugatan, Kuasa Hukum Irawansyah SH menyampaikan ada 14 point yang menjadi dasar dan alasan diajukannya Gugatan Sederhana perbuatan melawan hukum penyitaan paksa kendaraan.  

"Perbuatan tergugat menyuruh debt colector menarik kendaraan penggugat secara paksa adalah perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KHPerdata," jelas Irawansyah SH.

Untuk itu, Irawansyah meminta kepada tergugat untuk mengembalikan kendaraan milik kliennya secara utuh dan lengkap yang disertakan dengan Bukti kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).

Tuntutan primer lainnya, menurut Irawansyah, menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.500.000 ,- perhari yang harus dibayar dan apabila lalai dalam melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Sebenarnya kliennya masih ingin memiliki kendaraan tersebut dengan cara membayar cicilan sesuai dengan perjanjian pembiayaan Multiguna dengan pembayaran secara angsuran tertanggal 31 Januari 2019. Bahkan klein kami juga bersedia untuk melunasi kendaraan sesuai kemampuan, setelah adanya  kesepakatan dengan pihak tergugat," ungkapnya. 

Dalam materi gugatan, pihak penggugat juga mengungkapkan kronologis penyitaan paksa kendaraan oleh debt colector yang diakui suruhan tergugat.

Sebelum datang ke  Finance di  Bogor bersama dua orang debt colector, klien kami jelas Irawansyah sudah bersekapat dengan debt colector yang mengaku bernama Bram , tidak ada penyitaan kendaraan dan sifatnya hanya berdiskusi terkait cara pembayaran selanjutnya.

"Setiba di kantor leasing, klien saya merasa tertekan secara psycologisnya dan diperdayai oleh debt colector. Bahkan mereka lebih dari tiga orang yang silih berganti berbicara yang intinya apabila klien kami tidak melunasi dan membayar  uang lainnya, maka kendaraan tersebut akan disita," ujarnya. 

Padahal selama lebih satu tahun berjalan, pembayaran angsuran klien kami tidak ada masalah karena pembayaran melalui auto debit.

Namun disaat adanya wabah pandemi Covid-19, klien kami mengalami kendala keuangan, tetapi dengan itikad baiknya, pada Bulan Agustus 2020, kliennya mengajukan keringanan pembayaran  yang disebut Relaksasi.

Pihak tergugat tiba tiba  mengeluarkan kontrak baru ( adendum) dimana klien kami, diberikan keringanan dengan mekanisme penjadwalan kembali pembayaran angsuran.

"Ironisnya ada penambahan jangka waktu selama dua tahun yang disebut Relaksasi sehingga angsuran kendaraan tersebut berakhir hingga 8 Desember 2025 dengan tagihan hutang sebesar Rp. 89 juta lebih yang diangsur selama 54 bulan,"ungkapnya

Dijelaskan , cara Relaksasi yang dilakukan leasing  jelas sangat merugikan kliennya. Sehingga Kliennya yang seharusnya angsuran berakhir Desember 2023 jadi ditambah 2 tahun hingga 2025.

Majelis hakim sebelum menutup persidangan tersebut mengingatkan kedua belah pihak bisa secara cepat melakukan mediasi diluar persidangan.

"Kita tidak banyak waktu, mengingat perkara GS harus segera diputuskan selama 25 hari atau 8 februari 2022 sudah ada putusan tetap  dari Pengadilan Negeri Bogor,"kata hakim Setiawati SH M.H. 

(Fidel) 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel