-->

Majelis Hakim Pemutus Perdata 184, Akan Dilaporkan Ke Mahkamah Agung

Bogor, DinamikaNews -- Kuasa hukum konsumen NSC Iin Darliaman nyatakan banding, setelah putusan Pengadilan Negeri (PN) Bogor dinilai sesat. Selain itu akan melaporkan sikap majelis hakim yang dinilai berat sebelah dalam  putusan gugatan Perdata PMH 184 ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) di Jakarta.  

Ada beberapa poin penting dalam pokok perkara perbuatan melawan hukum. Tergugat luput dari pertimbangan, bahkan tidak disinggung sama sekali oleh majelis hakim dalam amar putusan yang diterima Penggugat, Jumat (4/6/2021) petang. 

"Putusan majelis hakim sangat merugikan penggugat dan banyak keberatan pengguat tak masuk dalam pertimbangan putusan majelis hakim," kata kuasa Hukum penggugat Oktrivian yang diterima Dinamika News, Sabtu (5/6/2021). 

Oktrivian menyebut, pertama Majelis mengakui, adanya pengikatan objek jaminan kredit dengan Akta Jaminan Fidusia dan eksekusi sepihak, diterima sebagai perbuatan melawan hukum atas dasar kekuatan eksekutorial yang melekat pada Sertifikat Jaminan Fidusia.

Uniknya, tindakan eksekusi tersebut menurut Majelis bukanlah Perbuatan Melawan Hukum. Majelis hakim malah  membenarkan tindakan eksekusi dan Debitur disebut terlebih dahulu melakukan Wanprestasi. 

Ini aneh, tegas Oktrivian, apakah Majelis tidak memahami bahwa setiap perbuatan  yang mengandung pertentangan dengan ketentuan UU dan menimbulkan kerugian atas hak subjektif seseorang dan bagian dari  Perbuatan Melawan Hukum. 

"Tidak perduli apapun penyebabnya, tetapi perbuatan itu sendiri tidak dapat dikatakan sah, menurut hukum" ungkap Oktrivian.

Sebutan Wanprestasi, kata Oktrivian harus dibuktikan melalui Pengadilan. Perkara Debitur terlambat melakukan pembayaran angsuran, jelas tertuang di Perjanjian Kredit. "Kan diperjanjian diatur mekanisme lewat denda harian, sebagai sanksi, jadi tidak boleh dicampur aduk", ungkapnya.

Dia mempertanyakan, entah mengapa? Majelis lalai mempertimbangkan, PERKAP No. 8 Tahun 2011, Pasal 2 dan Pasal 3 tentang syarat2 pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Menurutnya, eksekusi jaminan fidusia harus dilengkapi dengan dokumen Akta Jaminan Fidusia dan Sertifikat Jaminan Fidusia.

"Pihak leasing mestinya, sebelumnya melayangkan surat teguran atau somasi tertulis pada konsumen minimal dua kali dan hal itu tidak dilakukan pihak NSC finance," kata Oktrivian.

Oktrivian mempertegas, Majelis mengabaikan Ketentuan PMK 130 Tahun 2012, tentang larangan NSC finance melakukan merampas kendaraan ditengah jalan, secara sepihak tanpa memenuhi prosedur ketentuan.

Dikatakan, Majelis mengabaikan dan mempertimbangkan Bukti Laporan Polisi a/n. Penggugat pada Polrestro Jakarta Timur, dugaan tindak pidana pelanggaran Pasal 368 dan Pasal 335 KUHP atas penarikan kendaraan ditengah jalan dan di eori hukum dikenal adagium.

"Semula penggugat berharap, Majelis akan mempertimbangkan aspek hukum dalam perspektif perlindungan konsumen, ternyata tidak sana sekali," kata Oktrivian.

Menurutnya, Majelis hakim gagal menguak fakta yang terjadi pelanggaran Klausul Baku pada Pasal 18,  Ayat (1), Huruf: (d), (g), (h), UU PK RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Hasilnya kata Oktrivian cacat hukum pada Akta Jaminan Fidusia dan turunannya, Sertifikat Jaminan Fidusia. Sehingga batal demi hukum, eksekusi jaminan fidusia, masuk dalam ranah Perbuatan Melawan Hukum.

Banyak keganjilan lain dilakukan Majelis Hakim dan tidak masuk dalam pertimbangan putusan majelis, berakibat putusan majelis hakim dinilai sesat. Ada apa dan tidak diketahui penyebabnya.

"Entah kenapa dan ada apa kok hakim tidak memasukan dalam pertimbangan putusan hingga penggugat dikalahkan dalam persidangan Perdata 184."

Sidang perdata 184 di persidangan di PN Bogor majelis hakim yang diputus 31 Mei 2021 Ummi Kusuma Putri ketua Majelis hakim , Mathilda  Cheristina Katarina dan Melissa hakim anggota dan panitera biasanya  Astrid Hastridian saat membaca putusan di gantikan Okta. Diluar persidangan saat ditanya "Saya juga tidak mengerti atas putusan itu," katanya.

Oktrivian menyebutkan Peraturan Menteri Keuangan No 130 /PMK 010/2012 Melarang leasing menarik secara paksa kendaraan berikut STNK dan kunci Kendaraan karena nasabah menunggak pembayan kridit karena ada ancaman pidana. 

Dalam diktum putusan majelis hakim juga disebut selain ancaman pidana masuk katagori perampasan sesuai yang diatur pasal 368 KUHP dan pelanggaran hak konsumen, yang diatur pasal 4 Undang undang No 8 tahun 1999. (Den)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel