| Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Dr. (c) Alma Wiranta, SH., M.Si (Han)., CLA. |
BOGOR, dinamikanews.id – Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Dr. (c) Alma Wiranta, SH., M.Si (Han)., CLA, menegaskan bahwa tidak semua persoalan dapat diselesaikan hanya dengan regulasi. Menurutnya, regulasi hanyalah salah satu instrumen, namun penyelesaian masalah di masyarakat juga memerlukan pendekatan sosial, moral, dan kearifan lokal.
Hal tersebut disampaikan Alma saat menerima laporan hasil pembahasan rancangan Peraturan Wali Kota (Perwali) tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) sebagai amanat dari Perda Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2024. Rapat pembahasan yang dipimpin oleh Ahli Muda Roni Ismail, SH., MH. itu turut dihadiri perwakilan dari Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim) serta Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) di Ruang Rapat Ragamulia, Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Selasa (28/10/2025).
Alma menjelaskan bahwa regulasi memiliki keterbatasan inheren dalam menyelesaikan persoalan masyarakat yang semakin kompleks — baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.
"Banyak regulasi, mulai dari UU, PP, Permen, hingga Perda dan Perkada, yang dalam praktiknya perlu advokasi karena masih menyisakan multitafsir dan ketidaktepatan penerapan," ujarnya.
Menurutnya, tidak jarang tumpang tindih aturan serta perbedaan penafsiran menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketidaknyamanan bagi masyarakat maupun pelaku usaha. Ia menilai regulasi yang terlalu banyak dan tidak konsisten justru dapat menimbulkan masalah baru.
"Regulasi tidak bisa selalu menjadi jawaban tunggal. Kadang solusi lebih efektif ditemukan melalui komunikasi, kolaborasi, dan kesadaran moral masyarakat," jelas Alma.
Dalam pembahasan rancangan perwali tersebut, Alma Wiranta juga memberikan rekomendasi advokasi terhadap sejumlah pasal kontroversial yang perlu diperjelas agar tidak menimbulkan multitafsir atau penyalahgunaan kewenangan.
"Saya menilai bahwa regulasi perlu disosialisasikan secara luas kepada masyarakat agar dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik, dan ini merupakan tugas penting bagi kita semua," tegasnya.
Alma yang dikenal berprinsip "rule of law with human sense" menekankan pentingnya pemahaman terhadap pasal demi pasal dalam peraturan, namun lebih dari itu, ia mengajak seluruh pihak untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kedamaian, toleransi, dan kesadaran sosial.
"Untuk memastikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat, tidak semua solusi ada dalam regulasi. Ada aturan lain yang lebih hidup, yaitu norma agama dan norma adat yang luhur," ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Alma juga menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi dalam penyusunan dan penerapan regulasi, di antaranya:
-
Dinamika sosial dan ekonomi yang terus berubah sehingga regulasi cepat menjadi usang.
-
Keterbatasan informasi dalam proses pembuatan regulasi.
-
Banyaknya pihak terlibat yang menuntut keseimbangan kepentingan.
-
Ketidakpastian hukum akibat regulasi yang tidak konsisten.
-
Peningkatan biaya kepatuhan bagi pelaku usaha.
-
Menurunnya kepercayaan publik ketika regulasi tidak efektif dijalankan.
Menurut Alma, tantangan tersebut hanya bisa diatasi melalui pemahaman bersama dan komunikasi yang konstruktif antar pemangku kepentingan.
"Skala prioritas hari ini adalah meningkatkan kesejahteraan dan kedamaian masyarakat. Regulasi hanya salah satu alternatif penyelesaian, yang utama adalah komunikasi untuk membangun kekuatan positif publik," pungkasnya. (**)

