Saling Lempar Tanggung Jawab: Pembangunan Kirmir DAS Cisunggalah dan DAS Leuwihejo Terancam Tanpa Kepastian
Kondisi DAS Curug Leuwihejo Cibadak |
Bogor, DINAMIKA NEWS -- Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jawa Barat terus mengalami degradasi tanpa penyelesaian konkret. Kerusakan ini seakan menjadi masalah yang dibiarkan berlarut-larut, bahkan diabaikan meskipun jelas-jelas melanggar aturan garis sepadan sungai yang semestinya dilindungi. Pembangunan yang tidak terkontrol memperparah kondisi, dengan berbagai pelanggaran lingkungan yang semakin meluas.
Di Kabupaten Bandung, pemerintah daerah tampak tidak serius dalam menangani kerusakan DAS, termasuk DAS Citarum beserta sub-DAS dan mikro-DAS lainnya. Sejumlah kebijakan telah dibuat, tetapi realisasinya jauh dari harapan.
Wahyudin, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, mengungkapkan bahwa janji politik Bupati Dadang S. dalam periode pertamanya sebenarnya menaruh perhatian pada penanganan kerusakan lingkungan, termasuk DAS. Bahkan, saat itu dikeluarkan Surat Keputusan Bupati tentang Tim Percepatan Penanggulangan Berbasis Mikro DAS (SK TP2BMD). Namun, hingga kini, dampak dari kebijakan tersebut tidak terlihat signifikan.
"Di tingkat pemerintah daerah maupun nasional, berbagai janji politik yang digulirkan tidak pernah benar-benar menyasar akar masalah. Hasilnya, pencemaran limbah cair tetap terjadi, lahan kritis semakin meluas, sampah terus menumpuk di sungai, dan alih fungsi sepadan sungai oleh industri masih berlangsung," ujarnya saat dihubungi, Kamis (6/2/2025).
Salah satu contoh nyata dari ketidakjelasan pengelolaan DAS adalah proyek pembangunan kirmir di Sungai Cisunggalah, Kecamatan Paseh. WALHI menerima pengaduan dari warga yang mempertanyakan legalitas proyek tersebut. Hingga saat ini, tidak ada kejelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan tersebut.
Menurut Wahyudin, proyek ini seperti program "tak bertuan." Pemkab Bandung saling lempar tanggung jawab, antara Bapperida dengan Dinas PUTR. Bahkan, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) pun mengaku tidak mengetahui proyek tersebut.
"Ketika proyek dilakukan tanpa papan informasi, tanpa kejelasan anggaran, dan tanpa instansi yang bertanggung jawab, hal ini menjadi indikasi kuat adanya pelanggaran administrasi dan transparansi publik," tegasnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, berdasarkan foto yang diberikan warga, kirmir yang dibangun justru mempersempit aliran sungai karena berada di tengah badan air. Hal ini berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem sungai dan meningkatkan risiko bencana banjir jika debit air meningkat.
"Dampak dari penyempitan sungai sangat serius. Jika air mengalir tidak stabil, risiko jebolnya tanggul semakin besar dan ini akan mengancam masyarakat sekitar," tambah Wahyudin.
Jika dalam waktu dekat tidak ada instansi yang mengakui dan bertanggung jawab atas pembangunan ini, WALHI mendesak Pemkab Bandung untuk segera menghentikan proyek tersebut. "Tidak boleh ada azas keterlanjuran dalam pelanggaran lingkungan. Pemerintah tidak bisa membenarkan kekeliruan hanya karena proyek sudah berjalan," tegasnya.
DAS Leuwihejo: Bangunan Liar yang Harus Ditertibkan
Masalah serupa juga terjadi di Kabupaten Bogor, tepatnya di DAS Curug Leuwihejo, Desa Cibadak, Kecamatan Sukamakmur. Di lokasi ini, banyak bangunan usaha warung yang berdiri tanpa izin di sepanjang DAS, merusak lingkungan sekitar.
Menurut Wahyudin, pemerintah setempat, Satpol PP, dan BBWSC harus segera mengambil langkah tegas. WALHI mendapat informasi bahwa Satpol PP Kecamatan Sukamakmur dalam pekan ini akan melayangkan surat teguran kepada pemilik warung-warung tersebut.
"Namun, teguran saja tidak cukup. Setelah surat teguran diberikan, harus ada tindakan konkret berupa penertiban. Jika dibiarkan, dampak ekologis yang lebih besar bisa terjadi, termasuk risiko bencana alam," pungkasnya.
Kasus pembangunan kirmir di DAS Cisunggalah dan bangunan liar di DAS Leuwihejo mencerminkan lemahnya pengawasan dan keseriusan pemerintah dalam menjaga lingkungan. Saling lempar tanggung jawab hanya akan memperparah masalah yang sudah ada. WALHI menegaskan bahwa pemerintah daerah harus transparan, bertanggung jawab, dan segera bertindak sebelum kerusakan lingkungan semakin tidak terkendali. (**)