422 Pekerja Terlantar 6 Tahun, SPN Desak Eksekusi Aset PT Wovenindo
Serikat Pekerja Nasional (SPN) saat menggelar konferensi pers di Kota Bogor, Rabu (18/6/2025). |
Bogor, DINAMIKA NEWS – Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN), Iwan Kusmawan, menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak 422 pekerja PT Master Wovenindo Label, Cilincing, Jakarta Utara, yang selama enam tahun belum menerima pesangon dari perusahaan.
"Upaya penyelesaian sudah kami tempuh melalui jalur hukum, mulai dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Semua putusan dimenangkan oleh para pekerja," tegas Iwan dalam konferensi pers di Bigland Hotel, Rabu (18/6/2025).
Salah satu mantan pekerja, Agus Rantau, mengungkapkan bahwa saat perusahaan bersiap tutup pada September 2020, terjadi pertemuan bipartit antara manajemen dan perwakilan pekerja. Dalam pertemuan itu, disepakati sebuah Perjanjian Bersama (PB) yang mencakup dua hal penting yaitu Pembayaran pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Pembayaran pesangon dilakukan dengan penjualan aset perusahaan secara bersama-sama.
Namun, perusahaan justru berbalik arah. Mereka mengajukan perselisihan ke Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, menuntut agar pesangon dibayar hanya satu kali ketentuan berdasarkan UU.
Setelah mediasi gagal, Suku Dinas Tenaga Kerja tetap menganjurkan perusahaan melaksanakan Perjanjian Bersama yang pertama.
Alih-alih mematuhi, perusahaan justru menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. SPN menindaklanjuti dengan mendaftarkan PB tersebut sebagai akta otentik, yang menjadi dasar untuk permohonan sita eksekusi atas aset perusahaan.
Gugatan perusahaan berujung kalah beruntun, dari PN Jakarta Pusat hingga Mahkamah Agung dan Peninjauan Kembali. SPN pun mengajukan eksekusi aset, namun lagi-lagi perusahaan melakukan perlawanan hukum. Kali ini, mereka menggugat legalitas sita eksekusi karena ditandatangani oleh Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Namun, gugatan ini juga ditolak oleh pengadilan di seluruh tingkat, termasuk MA dan PK. Secara hukum, posisi pekerja sangat kuat.
Karena perusahaan tetap tidak menunjukkan iktikad baik, SPN bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) membawa perkara ini ke ranah pidana. Pengaduan masyarakat (Dumas) telah dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri, tepatnya ke Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) bidang Ketenagakerjaan.
Mabes Polri bahkan telah mencoba memediasi pertemuan antara SPN dan pihak perusahaan, namun hingga saat ini tak ada respon positif dari pengusaha.
"Kami tidak akan berhenti sampai hak-hak 422 pekerja ini benar-benar dibayarkan. Kami akan lawan terus sampai tuntas, bahkan ke jalur pidana," tutup Iwan. (Nan)