Blueprint Produk Hukum Daerah Belum Pro Rakyat, Alma Wiranta: Sebaiknya Dicabut dan Dievaluasi Ulang - Dinamika News
News Update
Loading...

10/09/25

Blueprint Produk Hukum Daerah Belum Pro Rakyat, Alma Wiranta: Sebaiknya Dicabut dan Dievaluasi Ulang

BOGOR, dinamikanews.id – Blueprint pembentukan produk hukum daerah (PHD) yang seharusnya menjadi acuan strategis dalam perumusan kebijakan publik, dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta, dalam paparannya pada kajian analisis dan model blueprint pembentukan PHD di Ruang Rapat Ragamulia Sekretariat Daerah Kota Bogor, Rabu (8/10/2025).

Alma menyoroti bahwa blueprint—yang berfungsi sebagai kerangka kerja perencanaan dan pedoman penyusunan peraturan daerah maupun peraturan kepala daerah—perlu dikaji ulang jika tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat serta arah pembangunan daerah.

"Blueprint ini seharusnya memastikan keselarasan dan efektivitas pembentukan produk hukum daerah, serta menjamin agar setiap peraturan sejalan dengan program pembangunan dan peraturan yang lebih tinggi. Bila tidak berpihak pada kepentingan publik, sebaiknya dicabut dan disusun ulang," tegas Alma.

Menurut Alma, fungsi blueprint pembentukan produk hukum daerah menjadi sangat penting sebagai instrumen pengawal kebijakan pemerintah daerah. Dokumen ini tidak hanya menjadi panduan prosedural, tetapi juga memastikan kesesuaian antara regulasi daerah dan kepentingan masyarakat luas.

"Blueprint ini harus selaras dengan kebutuhan masyarakat dan arah kebijakan pembangunan daerah. Misalnya dalam penyusunan detail tata ruang, transportasi publik, penataan PKL, dan program lainnya. Semua itu membutuhkan dasar hukum yang jelas dan berpihak," ujarnya.

Lebih lanjut, Alma menjelaskan bahwa keselarasan antara rancangan peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi harus menjadi prinsip utama dalam pembentukan regulasi. Ia menyinggung keberadaan Peraturan Bersama Menkumham dan Mendagri Tahun 2012 Nomor 20 dan 77, yang mengatur parameter pembentukan produk hukum daerah berbasis Hak Asasi Manusia (HAM).

"Blueprint yang baik harus memuat nilai-nilai HAM, bukan sekadar prosedural administratif. Hukum daerah harus hadir untuk memperkuat keadilan sosial dan pelayanan publik," tambahnya.

Dalam proses penyusunan Produk Hukum Daerah (PHD), Alma menegaskan perlunya tertib prosedural, substansi, dan implementasi. Setiap tahapan — mulai dari perencanaan, perumusan, pembahasan, penetapan hingga pengundangan dan penyebarluasan — harus dilakukan secara cermat dan transparan.

Ia mengingatkan agar blueprint disusun berdasarkan hasil perencanaan pembangunan daerah, seperti Musrenbang, RPJMD, dan RTRW, agar setiap regulasi memiliki dasar kebutuhan nyata masyarakat.

"Koordinasi lintas instansi sangat diperlukan, terutama antara dinas teknis dengan Bapperida (Badan Perencanaan Pembangunan dan Riset Daerah). Blueprint harus mendapat masukan dan pertimbangan dari seluruh pihak terkait agar hasilnya komprehensif dan berdampak," jelas Alma.

Menurutnya, saat ini sudah banyak indeks dan indikator kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan implementasi blueprint hukum daerah. Namun, semua itu akan sia-sia jika arah kebijakannya tidak memihak pada kepentingan masyarakat.

Alma menekankan bahwa setiap produk hukum daerah harus lahir dari proses partisipatif, transparan, dan berkeadilan. Regulasi bukan hanya alat kontrol birokrasi, tetapi juga sarana memperkuat hak-hak warga dan keadilan sosial.

"Hukum daerah bukan sekadar dokumen formal. Ia adalah wajah keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya. Karena itu, blueprint yang tidak selaras dengan semangat pelayanan publik dan nilai HAM sebaiknya dicabut dan disusun ulang," pungkasnya. (**)

Share with your friends

Give us your opinion
Notification
Aktifkan loncengnya jika ingin update artikel di web ini.
Done